KALIMAT NOMINAL (MUBTADA’ DAN KHABAR)
KALIMAT NOMINAL (MUBTADA’ DAN KHABAR)
Tugas ini disusun guna memenuhi tugas matakuliah Bahasa Arab
Di Susun
Oleh:
Santi Noor Wijayati 2101411041
Bevy Yulisa 2101411039
Sefila Osie Arzani 2101411034
Zahrotul Qomariyyah 2101411038
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
PRAKATA
Puji Syukur ke hadirat Allah Azza wa Jalla yang telah memberikan nikmat iman dan islam kepada kita. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah Muhammad saw., keluarga, sahabat dan kita sebagai generasi penerusnya hingga akhir zaman.Anak amanat Allah yang dititipkannya kepada kedua orang tua agar diasuh, dididik, dan dibina berdasarkan nilai-nilai Islam secara utuh. Anak di ibaratkan selembar kertas putih yang polos, bergantung bagaimana orang tua mendidiknya maka terbentuklah watak si anak sesuai dengan apa yang didapatnya dari berbagai benda yang ia lihat dari luar dan bagaimana ia mendapatkan hal-hal baru dari lingkungannya. Sehubungan dengan hal tersebut, alangkah baiknya jika dari kecil kita di didik untuk mengenal bahasa arab yang merupakan bahasa al-qur’an, sehingga kita bisa memahami alquran dengan baik.
Dengan penuh kesadaran, kami memaklumi bahwa penyusunan makalah ini
sangat jauh dari sempurna, sehingga sekiranya ada kritik dan saran yang
membangun dari pembaca maupun dari teman-teman akademis lainnya sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan makalah kami berikutnya.
Semoga dengan kehadiran makalah ini, sekiranya dapat berguna bagi pembaca dan para pendidik sehingga mengetahui bagaimana memberikan pengajaran yang utama bagi anak pada usia dini, sehingga pendidikan tersebut bisa menjadikan si anak menjadi individu yang qurani dan terbiasa kritis.
Teriring harapan kepada para pembaca dan untukmemberikan tegur-sapa dan kritik yang membangun demi perbaikan makalah ini.
Semoga dengan kehadiran makalah ini, sekiranya dapat berguna bagi pembaca dan para pendidik sehingga mengetahui bagaimana memberikan pengajaran yang utama bagi anak pada usia dini, sehingga pendidikan tersebut bisa menjadikan si anak menjadi individu yang qurani dan terbiasa kritis.
Teriring harapan kepada para pembaca dan untukmemberikan tegur-sapa dan kritik yang membangun demi perbaikan makalah ini.
Semarang, 26 April
2012
Penulis
DAFTAR
ISI
JUDUL………………………………………………………………………………………… i
PRAKATA…………………………………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah
.......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kalimat Nominal …………………………………………………...... 2
B. Ciri-ciri Mubtada’ dan
Khabar ……………………………………………........... 3
C. Pembagian Mubtada’ dan
Khabar
............................................................................ 4
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................................................. 6
B. Saran ...................................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUHAN
A.Latar Belakang Masalah
Ilmu Nahwu sangat berperan penting
dalam bahasa arab, maka kita harus faham betul kedudukan kalimat yang
terkandung dalam teks-teks yang berbahasa arab. Salah satu pembahasan dalam
ilmu nahwu yang sangat mendasar adalah mubtada’ dan khabar.Sebagaimana yang
kita ketahui, mubtada’ dan khabar salah satu unsur terpenting dalam konteks
bahasa arab. Di dalam Bahasa Arab, keberadaan nominal menjadi sangat mutlak
karena dalam penggunaan bahasa arab, kita senantiasa menggunakannya. Adapun
contoh dari nominal yang seringkali digunakan adalah mubtada’ dan khobar. Akan
tetapi dalam perjalanan dewasa ini, kita sentiasa dibuat bingung oleh
pengertian-pengertian dari bahasa arab, apa itu mubtada’ dan bagaimanakah khabar
itu, senantiasa menjadi pertanyaan bagi kita para pemuda yang baru belajar
bahasa arab. Pola Struktur kalimat bahasa Arab pada dasarnya terdiri atas dua
pola,yaitu jumlah ismiyah atau disebut kalimat nominal dan jumlah fi’liyah atau
disebut kalimat verbal.Jumlah ismiyah yaitu susunan kalimat yang mempunyai
unsure pokok mubtada dan khabar(dimulai dengan isim /kata benda ), jadi jumlah
ismiyah atau kalimat nominal,adalah kalimat yang dimulai dengan nomin (isim). Oleh
karena itu kalimat nominal tersebut berpola mubtada dan khabar.Di dalam
penyusunan makalah ini kita akan membahas pengertian dari mubtada’, khabar dan
bagaimanakah cara penggunaannya berikut keterangan-keterangan yang akan
menjadikan kita sedikit banyak menjadi mengerti akan keberedaan nominal dalam
bahasa arab ini.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian kalimat nominal
2. Ciri-ciri mubtada’ dan khabar
3. Pembagian mubtada’ dan khabar
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian kalimat nominal
2. Mengetahui ciri-ciri mubtada’ dan khabar
3. mengetahui pembagian mubtada’ dan khabar
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kalimat Nominal
Pola struktur kalimat bahasa Arab pada dasarnya terdiri atas dua
pola, yaitu jumlah ismiyah atau disebut kalimat nominal dan jumlah fi’liyah
atau disebut kalimat verbal. Jumlah ismiyah yaitu susunan kalimat yang
mempunyai unsur pokok mubtada’ dan khabar (dimulai dengan isim/ kata benda).
Jadi, jumlah ismiyah/ kalimat nominal adalah kalimat yang dimulai dengan nomin
(isim). Oleh karena itu, kalimat nominal tersebut berpola mubtada’ dan khabar.
Mubtada’ ialah isim marfu’ atau kata benda yang berharakat dhommah
yang berperan sebagai pokok kalimat atau bebas dari awamil lafzhiyah. Dengan
kata lain bersifat maknawi, yaitu dirafa’kan/ didhommahkan karena menjadi
ibtida’ atau permulaan kata. Lebih jelasnya mubtada’ aritnya yang diterangkan
(subyek), sedangkan khabar yaitu isim marfu’ yang menjelaskan tentang mubtada’
(predikat).
Contoh
:
Al-syajarah
murtafi’ah/ الشجرة مرتفعة (Pohon
itu tinggi)
Al-mu’allimu
hādirun/ المعلم حاضر ( Guru itu telah datang)
Dari contoh di atas, nomin yang berfungsi sebagai mubtada’ adalah
kata benda yang berdada di depan yaitu, al-mu’allim/ المعلم
dan al-syajarah/ الشجرة , sedangkan
kata benda yang berfungsi sebagai khabar/ predikat atau yang memberi keterangan
tentang keadaan subyek adalah murtafi’ah/ مرتفعة dan hādirun حاضر.
Khabar biasanya terdiri dari 1) isim/ kata benda, 2) fi’il/ kata
kerja, 3) jar dan majrur.
Contoh
:
الخبر
|
المتداء
|
كلام الله
Adalah
Kalam Allah
كلام رسول الله وافعاله
Adalah
Sabda dan Perilaku Rosul
مخلصون في اعمالهم
Adalah
mereka yang sholeh dalam beramal
|
القران
Al Quran
الحديث الشريف
Hadis
yang mulia
المؤمنون الصالحون
Mukmin
yang sholeh
|
تنفع المسلمين
Bermanfaat
bagi Muslim
يكونان اساس الشريعة
Berisi
azas syari’at
يرون احاديث الرسول
Adalah
mereka yang meriwaytkan hadis Rosul
|
القران الكريمايات
Ayat
Quran
القران والحديث
Quran
dan Hadis
المحدثون
Ahli
Hadis
|
من اشهر المحدثين
Salah
seorang perawi hadis terkenal
في المدارس الاسلامية
Di
sekolah Islam
الله رب العالمين
Bagi
Allah Tuhan semesta alam
|
الامام البخاري
Imam
Bukhori
الطلاب و الطالبات
Mahasiswa
dan Mmahasiswi
الحمد
Segala
Puji
|
B.
Ciri
Mubtada’ dan Khabar
Untuk
membedakan antara mubtada’ dan khabar dapat kita perhatikan beberapa hal
sebagai syarat mubtada’ antara lain :
1.
Mubtada’
harus rafa’ atau berharakat dhammah
2.
Mubtada’
harus berbentuk ma’rifah
Sedangkan syarat kahabar antara lain :
1.
Khabar
harus berharakat rafa’/ dhommah
2.
Khabar
harus nakirah
3.
Khabar
harus disesuaikan dengan mubtada’, baik jenis kelamin, mufrad, mutsanna, dan
jamak.
Contoh :
Al-kurrash
nazhifah/ نظيفة الكراسة (buku
tulis itu bersih)
Al-ustaz
mahirun/ الاستاد ماهر (guru itu pintar)
Dari kedua kalimat di atas terlihat bahwa kata benda yang pertama
(mubtada’) الكراسة , dan الاستاد berbentuk ma’rifah dan berharakat rafa’/
dhammah, sedangkan kata benda kedua sebagai khabar yaitu, نظيفة dan ماهر terlihat dua kata
tersebut adalah nakirah, dan selalu sesuai dengan khabarnya, seperti kata نظيفة adalah muannast.
Secara teori umum tidak boleh membuat mubtada’ darikata benda
nakirah, kecuali yang memperbolehkannya,
antara lain :
1.
Hendaknya
mubtada’nya didahului huruf naif (peniadaan) atau istifham (kata tanya), contoh
: ma rajulun qa’imun/ ما رجل قائم (tiada seorang laki-laki yang berdiri), hal
rajulun jalisun/ هل
رجل جالس (apakah ada seorang laki-laki yang duduk?)
2.
Hendaknya
mubtada’ nakirah disifati, seperti firman Allah SWT dalam (QS 2: 221) ولعبد مؤمن خير (sesungguhnya budak yang
mukmin itu lebih baik)
3.
Hendaknya
mubtada’ nakirah dimudhafkan, contoh : خمس صلوات كتبهن الله (shalat lima waktu telah diwajibkan oleh
Allah SWT)
4.
Hendaknya
khabar mendahului mubtada’ yang nakirah yaitu, dalam bentuk jar majrur atau
zharaf (keterangan tempat dan waktu) contoh : عندك رجل (disisimu terdapat seorang laiki-laki) في الدار امراة (di dalam rumah terdapat seorang perempuan).
C.
Pembagian
Mubtada’ dan Khabar
Mubtada’ dalam kalimat nominal/ ismiyah ada dua macam, yaitu :
1.
Mubatada’
isim zhahir/ jelas, contoh : al-rajulu muthi’un/ مطيع الرجل (orang
itu ta’at)
2.
Mubtada’
isim dhomir ialah mubtada’nya terdiri dari kata ganti seperti ana/ انا dan saudara-saudaranya,
contoh : anta mujtahidun/ انت مجتهد (engkau rajin)
Adapun
khabar ada dua macam bentuk, yaitu :
1.
Khabar
mufrad yaitu khabar yang bukan kalimah jumlah (terdiri atas mubtada’ dan khabar
atau fi’il dan fa’il) dan bukan pula syibhul jumlah / serupa jumlah (zharaf
makan dan zaman (keterangan tempat dan waktu) atau jar dan majrur)
Contoh
: zaidun qaimun/ زيد
قائم (zaid berdiri), al-ustazani qaimani/ الاستادان قائمان (kedua guru itu kedua-duanya berdiri),
al-asatizu qaimuna/ الاساتد
قائمون (para guru itu berdiri)
2.
Khabar
ghairu mufrad
a.
Adakalanya
berbentuk jumlah ismiyah, contoh : zaid ustazuhu zahib/ زيد استاده داهب (zaid gurunya telah pergi)
Kata
zaid / زيد berkedudukan sebagai mubtada’ pertama, dan
kata استاده berkedudukan sebagai mubtada’ kedua,
sedangkan kata داهب merupakan khabar bagi
mubtada’ kedua. Mubtada’ kedua dan khabarnya adalah jumlah ismiyah berada dalam
mahalla khabar mubtada’ pertama, sedangkan yan menjadi penghubung antar
mubtada’ pertama dan khabar adalah huruf ha/ ه pada kata استاده
b.
Adakalany
aberbentuk jumlah fi’liyah (khabar yang berdiri atas fi’il dan fa’il), contoh :
zaidun qama abuhu/ زيد
فام ابوه (zaid, ayahnya telah berdiri)
c.
Kata
zaid / زيد berkesusukan sebgai mubtada’, dan
kalimat قام ابوه merupakan jumlah fi’liyah atau kalimat
verbal yang menjadi khabar dari mubtada’, sedangkan pengikatnya dua lafaz
tersebut adalah huruf ha dari lafaz ابوه .
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1.
Pola
struktur kalimat bahasa Arab pada dasarnya terdiri atas dua pola, yaitu jumlah
ismiyah atau disebut kalimat nominal dan jumlah fi’liyah atau disebut kalimat
verbal.
2.
Untuk
membedakan antara mubtada’ dan khabar dapat kita perhatikan beberapa hal sebagai
syarat mubtada’ antara lain :
·
Mubtada’
harus rafa’ atau berharakat dhammah
·
Mubtada’
harus berbentuk ma’rifah
Sedangkan syarat kahabar antara lain :
·
Khabar
harus berharakat rafa’/ dhommah
·
Khabar
harus nakirah
·
Khabar
harus disesuaikan dengan mubtada’, baik jenis kelamin, mufrad, mutsanna, dan
jamak.
3.
a. Mubtada’ dalam kalimat nominal/ ismiyah ada
dua macam, yaitu :
·
Mubatada’
isim zhahir/ jelas, contoh : al-rajulu muthi’un/ مطيع الرجل (orang itu ta’at)
·
Mubtada’
isim dhomir ialah mubtada’nya terdiri dari kata ganti seperti ana/ انا dan saudara-saudaranya
b. Adapun
khabar ada dua macam bentuk, yaitu :
·
Khabar
mufrad
·
Khabar
ghairu mufrad
B. SARAN
Saran yang dapat kami berikan
diantaranya adalah:
1.
Dalam mempelajari bahasa arab, hendaknya kita mempelajari dulu dasar-dasar dari
bahasa arab itu sendiri, dalam hal ini pengetahuan tentang ilmu sharaf dan
nahwu menjadi sangat penting adanya
2.Hendaknya dosen memberikan tugas
yang lebih diperinci dan mudah dalam pencarian sehingga dikemudian hari
menjadikan tugas ini menjadi lebih spesifik atas satu pokok bahasan saja.
DAFTAR PUSTAKA
Al Faruqi, Isma’il Raji’ dan Louis Lamnya Al Faruqi. Atlas
Budaya Islam, diterjemahkan oleh Ilyas Hasan. Bandung : Mizan (2000)
Aminudin. Semantik Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung :
Sinar Baru (1998)
Chaer, Abdul. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta :
Renika Cipta (1995)
Ichwan, Nor. Memahami Bahasa Al Quran. Semarang : Walisongo
Press (2002)
Nas Haryati, Ismail Fahri. Studi Bahasa Arab dan Kata Serapan
Bahasa Arab dalam Bahasa Indonesia. Semarang : Rumah Indonesia (2007)
Qurais Shihab, M. Mukjizat Al Quran. Bandung : Mizan (1997)
Komentar
Posting Komentar