ANALISIS STRUKTURAL PUISI
ANALISIS STRUKTURAL PUISI
ANALISIS STRUKTURAL PUISI “PERAHU KERTAS” SAPARDI DJOKO DAMONO DAN PUISI
“JIWA” ISMA SAWITRI
A. Analisis Struktural Puisi “Perahu Kertas” Sapardi Djoko Damono
PERAHU KERTAS
Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas
dan kaulayarkan di tepi kali; alirnya sangat tenang,
dan perahumu bergoyang menuju lautan.
“Ia akan singgah di Bandar-bandar besar,” kata seorang
lelaki tua. Kau sangat gembira, pulang dengan
berbagai gambar warna-warni di kepala. Sejak itu
kau pun menunggu kalau-kalau ada kabar dari
perahu yang tak pernah lepas dari rindumu itu.
Akhirnya kaudengar juga pesan si tua itu, Nuh, katanya,
“Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah
Banjir besar dan kini terdampar di sebuah bukit”
1. Unsur fisik/unsur lahir
a. Bunyi
Dalam puisi
“Perahu Kertas” terdapat rima dalam sekaligus asonansi pada bait pertama baris
pertama : Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas. Pada bait pertama
baris ketiga terdapat rima dalam sekaligus aliterasi : dan perahumu bergoyang
menuju lautan.
b. Kata
Dalam puisi
“Perahu Kertas” terdapat lambang berupa kata depan dan imbuhan.
Waktu masih kanak-kanak kau; me(m);buat perahu kertas
Waktu masih kanak-kanak kau; me(m);buat perahu kertas
dan
kaulayarkan; (di); tepi kali; alirnya sangat tenang,
dan perahumu
(ber);goyang me(n);tuju laut;(an).
“Ia akan
singgah (di); Bandar-bandar besar,” kata seorang
lelaki tua.
Kau sangat gembira, pulang dengan
(ber);bagai
gambar warna-warni (di); kepala. Sejak itu
kau pun
me(n);tunggu kalau-kalau ada kabar dari
perahu yang
tak pernah lepas dari rindumu itu.
Akhirnya
kaudengar juga pesan si tua itu, Nuh, katanya,
“Telah
kupergunakan perahumu itu dalam sebuah
Banjir besar
dan kini (ter);dampar (di); sebuah bukit”
Terdapat
juga simbol, yaitu:
• dan
perahumu bergoyang menuju lautan→ natural symbol
• dan
kaulayarkan di tepi kali; alirnya sangat tenang→ natural symbol
• “Telah
kupergunakan perahumu itu dalam sebuah banjir besar dan kini terdengar di
sebuah
bukit”→ natural symbol
Ada penggunaan majas dalam puisi “Perahu Kertas”, yaitu pada bait pertama baris pertama : Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas menggunakan majas alusio, majas metafora pada bait kedua yaitu : “Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah banjir besar dan kini terdampar di sebuah bukit” (mengandung makna ketulusan dan keikhlasan lewat sikap seorang anak dan Nabi Nuh ketika menyelamatkan umat manusia dari banjir besar).
c.
Baris/larik
Pada puisi
“Perahu Kertas” mirip seperti prosa karena pada awal kalimat
menggunakan
huruf capital dan menggunakan tanda baca.
d.
Bait
Dalam satu
bait dengan bait yang lain tidak sama jumlah barisnya.
e.
Tipografi
Puisi
“Perahu Kertas” bentuknya mirip prosa, tepi kanan tidak teratur, banyak
menggunakan tanda baca, di awal kalimat menggunakan huruf kapital dan di akhir
kalimat menggunakan tanda titik seperti prosa.
2. Unsur lapis makna
a.
Sense
Lewat puisi
“Perahu Kertas” penyair menggambarkan tentang ketuhanan yaitu ketulusan dan
keikhlasan manusia dalam mengabdi kepada Tuhan.
Parafrase :
Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas
Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas
dan
kaulayarkan di tepi kali yang alirnya sangat tenang,
dan perahumu
bergerak menuju lautan.
“Ia akan berhenti di tempat-tempat mana pun,” kata seorang lelaki tua. Kau sangat gembira dan pulang dengan segala sesuatu yang didapat. Sejak itu kau pun menunggu kabar dari perahu yang tak pernah lepas dari rindumu itu.
Akhirnya kau mengetahui bahwa Nuh telah mempergunakan perahumu dalam sebuah
banjir besar
dan kini terdampar di sebuah bukit.
b.
Subject matter
Puisi ini
menggambarkan tentang perilaku manusia dalam mengabdi/mencari ridho Allah di
dunia dengan tulus dan ikhlas yang dalam puisi ini tampak pada sikap seorang
anak yang menunggu kabar dari perahu yang tak pernah lepas dari rindumu itu dan
sikap seorang anak dan Nabi Nuh bahwa perahu kertasnya telah dipergunakan untuk
menyelamatkan manusia dari banjir besar.
c.
Feeling
Sikap
penyair terhadap pokok-pokok pikiran dalam puisi tersebut adalah tulus dan
ikhlas dalam mengabdikan dirinya kepada Tuhan.
d.
Tone
Sikap
penyair terhadap pembaca adalah masa bodoh yang berarti tidak melibatkan
pembaca.
e. Total of meaning
Pengabdian
manusia kepada Tuhan harus dilakukan secara tulus dan ikhlas.
B. Analisis
Struktural Puisi “Jiwa” Isma Sawitri
JIWA
Risau apa yang menggiring langkahku
ke jalan
setapak ini
ke senja
yang pucat ini
Rindu apa
yang barangkali membawaku kembali
ke
pesanggrahan terpencil ini
bangsal itu
masih temaram
langit-langit
tinggi, gamelan yang diam
patung-patung
dalam tat ruang
yang begitu
kuhafal begitu kukenang
Dan di atas
di ceruk sana
bingkai
jendela begitu rendah
beberapa
anak tangga di bawahnya
langkah-langkah
tergesa
dan
sesudahnya
hidup kian
tak terduga
1. Unsur fisik/unsur lahir
a. Bunyi
Dalam puisi “Jiwa” terdapat rima akhir sekaligus asonansi :
ke jala-n setapak ini
ke senja yang pucat ini
Rindu apa yang barangkali membawaku kembali-
ke pesanggrahan terpencil ini
langkah-langkah tergesa-
dan sesudahnya
hidup kian tak terduga
Terdapat pula rima dalam dan asonansi :
yang begitu kuhafal begitu kukenang-
Ada juga aliterasi dan sebagai rima akhir :
bangsal itu masih temaram
langit-langit tinggi, gamelan yang diam
patung-patung dalam tat ruang
yang begitu kuhafal begitu kukenang
Ada bunyi cocophony ‘au’ pada kata ‘risau’ yang menandakan kesedihan, kesepian.
b. Kata
Dalam puisi “Jiwa” terdapat lambang berupa imbuhan, kata depan.
Risau apa yang; me(ng);giring langkahku
(ke); jalan setapak ini
(ke); senja yang pucat ini
Rindu apa yang barangkali; me(m);bawaku kembali
(ke); (pe-an);sanggrah; (ter);pencil ini
bangsal itu masih temaram
langit-langit tinggi, gamelan yang diam
patung-patung dalam tat ruang
yang begitu kuhafal begitu kukenang
Dan; (di); atas; (di); ceruk sana
bingkai jendela begitu rendah
beberapa anak tangga (di); bawahnya
langkah-langkah (ter);gesa
dan; (se-nya); sudah
hidup kian tak; (ter);duga
Dalam puisi “Jiwa” juga ada penggunaan natural symbol pada bait pertama baris ketiga : ke senja yang pucat ini.
Ada juga penggunaan majas personifikasi yaitu: ke senja yang pucat ini.
c. Baris/larik
Baris/larik puisi “Jiwa” berbentuk bait-bait.
d. Bait
Antara tiap bait dengan bait yang lain tidak sama jumlah barisnya.
e. Tipografi
Puisi “Jiwa” berbentuk bait-bait, tepi kanan tidak teratur, tidak menggunakan tanda titik di akhir kalimat seperti pada prosa, penggunaan huruf kapital pada kalimat tertentu.
Dalam puisi “Jiwa” terdapat rima akhir sekaligus asonansi :
ke jala-n setapak ini
ke senja yang pucat ini
Rindu apa yang barangkali membawaku kembali-
ke pesanggrahan terpencil ini
langkah-langkah tergesa-
dan sesudahnya
hidup kian tak terduga
Terdapat pula rima dalam dan asonansi :
yang begitu kuhafal begitu kukenang-
Ada juga aliterasi dan sebagai rima akhir :
bangsal itu masih temaram
langit-langit tinggi, gamelan yang diam
patung-patung dalam tat ruang
yang begitu kuhafal begitu kukenang
Ada bunyi cocophony ‘au’ pada kata ‘risau’ yang menandakan kesedihan, kesepian.
b. Kata
Dalam puisi “Jiwa” terdapat lambang berupa imbuhan, kata depan.
Risau apa yang; me(ng);giring langkahku
(ke); jalan setapak ini
(ke); senja yang pucat ini
Rindu apa yang barangkali; me(m);bawaku kembali
(ke); (pe-an);sanggrah; (ter);pencil ini
bangsal itu masih temaram
langit-langit tinggi, gamelan yang diam
patung-patung dalam tat ruang
yang begitu kuhafal begitu kukenang
Dan; (di); atas; (di); ceruk sana
bingkai jendela begitu rendah
beberapa anak tangga (di); bawahnya
langkah-langkah (ter);gesa
dan; (se-nya); sudah
hidup kian tak; (ter);duga
Dalam puisi “Jiwa” juga ada penggunaan natural symbol pada bait pertama baris ketiga : ke senja yang pucat ini.
Ada juga penggunaan majas personifikasi yaitu: ke senja yang pucat ini.
c. Baris/larik
Baris/larik puisi “Jiwa” berbentuk bait-bait.
d. Bait
Antara tiap bait dengan bait yang lain tidak sama jumlah barisnya.
e. Tipografi
Puisi “Jiwa” berbentuk bait-bait, tepi kanan tidak teratur, tidak menggunakan tanda titik di akhir kalimat seperti pada prosa, penggunaan huruf kapital pada kalimat tertentu.
2. Unsur lapis makna
a. Sense
Lewat puisi “Jiwa” penyair menggambarkan seseorang yang teringat kembali masa lalunya.
Parafrase :
Risau apa yang membawa langkahku
ke jalan setapak ini
ke waktu yang suram ini
Rindu apa yang membawaku kembali
ke tempat terpencil ini
bangunan itu terlihat sunyi
langit-langit yang tinggi, gamelan yang diam
benda-benda dalam sisi ruang
yang begitu kuhafal dan kukenang
Dan di atas di ruang sana
bingkai jendela begitu rendah
beberapa jalan dengan
langkah tergesa
dan sesudahnya
hidup kian tak terduga
b. Subject matter
Puisi ini menggambarkan tentang masa lalu yang teringat kembali dan membuat kehidupan berubah tak terduga.
c. Feeling
Sikap penyair terhadap pokok-pokok pikiran dalam puisi tersebut adalah menghadapi kehidupan yang berubah tak terduga.
d. Tone
Sikap penyair terhadap pembaca adalah masa bodoh yang berarti tidak melibatkan pembaca.
e. Total of meaning
Masa lalu seseorang yang membawa perubahan dalam hidupnya.
Lewat puisi “Jiwa” penyair menggambarkan seseorang yang teringat kembali masa lalunya.
Parafrase :
Risau apa yang membawa langkahku
ke jalan setapak ini
ke waktu yang suram ini
Rindu apa yang membawaku kembali
ke tempat terpencil ini
bangunan itu terlihat sunyi
langit-langit yang tinggi, gamelan yang diam
benda-benda dalam sisi ruang
yang begitu kuhafal dan kukenang
Dan di atas di ruang sana
bingkai jendela begitu rendah
beberapa jalan dengan
langkah tergesa
dan sesudahnya
hidup kian tak terduga
b. Subject matter
Puisi ini menggambarkan tentang masa lalu yang teringat kembali dan membuat kehidupan berubah tak terduga.
c. Feeling
Sikap penyair terhadap pokok-pokok pikiran dalam puisi tersebut adalah menghadapi kehidupan yang berubah tak terduga.
d. Tone
Sikap penyair terhadap pembaca adalah masa bodoh yang berarti tidak melibatkan pembaca.
e. Total of meaning
Masa lalu seseorang yang membawa perubahan dalam hidupnya.
Komentar
Posting Komentar