ANALISIS UNSUR PEMBANGUN NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VANDEWIJCK


unnes




ANALISIS UNSUR PEMBANGUN
NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VANDEWIJCK
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Apresiasi Prosa
Oleh:
Ira Damayanti                         (2101411037)
Okvia
Sefila Osie
Ahmad Shobiro                       ()
Fauzan
Zahrotul Qomariyyah
Imania Safitri
Arifah
Muzdalifah

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
A.    Sinopsis
Novel ini menceritakan tentang kisah cinta yang tidak sampai karena terhalang oleh adat yang sangat kuat. Zainudin adalah seorang pemuda dari perkawinan campuran Minangkabau dan Mengkasar. Ayah Zainudin yaitu Pendekar Sutan yang berdarah Minangkabau mengalami masa pembuangan ke Mengkasar. Di Mengkasar Pendekar Sutan menikah dengan Ibu Zainudin yaitu Daeng Habibah yang berdarah asli Mengkasar.
Keinginan Zaenudin untuk dapat menginjakkan kaki di negeri asalnya, Minangkabau sangatlah kuat. Maka berpamitanlah ia pada Mak Base, ibu angkatnya untuk berangkat ke negeri Padang. Di sana bertemulah Zaenuddin dengan Hayati. Gadis asal Batipuh yang sangat dicintainya. Berawal dari sini kisah cinta yang pahit antara Zaenuddin dan Hayati dimulai. Hubungan mereka harus berakhir karena adat. Adat di Minangkabau bangsa diambil dari ibu, sedangkan yang asli keturunan Minangkabau ayahnya bukan ibunya. Sebab itu Zaenuddin dianggap sebagai orang asing yang tidak bersuku. Hal itulah yang menjadi alasan tidak disetujuinya hubungan mereka.
Akhirnya Hayati menikah dengan seorang pemuda bangsawan asli Minangkabau bernama Azis. Seorang pemuda berharta yang bersuku, tidak seperti Zaenuddin yang melarat dan tidak jelas asal-usulnya. Mendengar pernikahan itu Zainudin jatuh sakit. Akan tetapi berkat dorongan semangat dari Muluk sahabatnya yang paling setia, kondisi Zainudin berangsur-angsur membaik dan pada akhirnya Zainudin mampu bangkit dari keterpurukannya dan sukses menjadi seorang pengarang yang sangat terkenal dan tinggal di Surabaya.
Di Surabaya inilah Zainudin kembali dipertemukan dengan Hayati dan Aziz, suaminya. Suatu ketika Hayati dan Aziz jatuh miskin akibat kebiasaan buruk aziz yang suka berjudi dan menghambur-hamburkan uang. Mereka menumpang di rumah Zaenuddin yang pada waktu itu Aziz dan Zaenuddin sudah bersahabat dan saling memaafkan, melupakan kejadian di masa lalu. Karena merasa tidak enak menumpang terlalu lama, Aziz pun pergi merantau mencari pekerjaan supaya tidak merepotkan Zaenuddin lagi sementara Hayati tetap dititipkannya di rumah Zaenuddin mengungu kepulanggannya. Tidak lama kemudian dikabarkan Azis mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
Rasa cinta Zainudin pada Hayati sebenarnya masih membara. Akan tetapi mengingat Hayati itu sudah bersuami, cinta yang masih menyala itu berusaha untuk dipadamkan, walaupun Aziz telah tiada dan dalam keterangan suratnya sebelum meninggal menyatakan telah merelakan Hayati untuknya. Dendam masa lalunyalah yang membutakannya. Ia terlanjur sakit dan terlampau kecewa dengan Hayati. Maka kemudian dibiayainya Hayati untuk pulang ke Batipuh meski ia menolak dan bersikukuh ingin tinggal bersama Zaenuddin. Akan tetapi, nasib malang menimpa Hayati dalam perjalanan pulang ke Batipuh. Kapal Van Der Wijck yang ditumpanginya tenggelam. Hayati meninggal dunia di rumah sakit di Cirebon.
Di saat-saat akhir hayatnya, Hayati masih sempat mendengar dan melihat bahwa sebenarnya Zainudin masih sangat mencintainya, namun semua itu sudah terlambat. Tidak berselang lama, Zainudin menyusul Hayati ke alam baka, dan jenazah Zainudin dimakamkan persis di samping makan mantan kekasihnya, Hayati.
B.     Fakta Cerita
1.      Alur
Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur campuran. Hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut,
“… Untuk mengetahui siapa dia, kita harus kembali kepada suatu kejadian di suatu negeri kecil dalam wilayah Batipuh Sapuluh Koto (Padang Panjang) kira-kira tiga puluh tahun yang lalu. (2008:5)”

Tahap-Tahap Alur
Ø  Pengenalan
Tahap ini umumnya berisi sejumlah informasi penting sehubungan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap berikutnya. Misalnya, berupa pengenalan tentang waktu dan tempat terjadinya peristiwa  dan pengenalan tokoh cerita.
Berikut ini merupakan kutipan tahap pengenalan dalam novel Tenggelamnya Kapal Vanderwijck:
“Di tepi pantai, di antara kampong Bara dan kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Makasar, yang salah satu jendelanya menghadap ke laut. Di sanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduk termenung seorang diri menghadapkan mukanya ke laut. Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di lautan Makasar, rupanya pikiranya telah melayang jauh sekali, ke balik yang tak tampak di mata, dari lautan dunia pindah ke lautan khayal (2008:4).
Ø  Konfik
Tahap ini merupakan tahap pemunculan masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang kemudian menjadi sebab terjadinya konflik. Konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.
Berikut adalah kutipan mulai terjadinya konflik:
“Sesungguhnya persahabatan yang rapat dan jujur diantara kedua orang muda itu, kian lama kian tersiarkan dalam dudun kecil itu. Di dusen belumlah orang dapat memendang kejadian ini dengan penyelidikan yang seksama dan adil. Orang belum kenal percintaan suci yang terdengar sekarang, yang pindah dari mulut ke mulut, ialah bahwa Hayati, kemenakan Dt……..telah ber “intaian” bermain mata, berkirim-kirim surat dengan anak orang Makasar itu. Gunjing, bisik dan desus perkataan yang tak berujung pangkal, pun ratalah dan pindah dari satu mulut ke mulut yang lain, jadi pembicaran dalam kalangan anak muda-muda yang duduk di pelatar lepau petang hari. Hingga akhirnya telah menjadi rahasia umum.” (2008:54)
Ø  Klimaks
Tahap klimaks yaitu ketika konflik telah mencapai intensitas tertinggi.
Kutipan tahap klimaks:
Bila terjadi akan itu, terus dia berkata: “Tidak Hayati ! kau mesti pulang kembali ke Padang! Biarkan saya dalam keadaan begini. Pulanglah ke Minangkabau! Janganlah hendak ditumpang hidup saya , orang tak tentu asal ….Negeri Minangkabau beradat !.....Besok hari senin, ada Kapal berangkat dari Surabaya ke Tanjung Periuk, akan terus ke Padang! Kau boleh menumpang dengan kapal itu, ke kampungmu”. (2008:199)
Ø  Tahap akhir (peleraian dan penyelesaian)
Adapun tahap akhir menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks.
Tahapan ini terjadi ketika Zaenudin membaca surat Hayati yang dititipkan kepada Muluk sebelum Hayati pulang ke Minangkabau. Berikut kutipan tahap ini, yaitu setelah Zaenuddin membaca surat Hayati:
“… Saya akan berangkat ke Jakarta dengan kereta api malam nanti, pukul 9 besok pagi sampai di Tanjung Priok. Biasanya kapal dari Surabaya merepat di Pelabuhan Tanjung Priok pukyl 7 pagi. Hayati akan saya jemput kembali, akan saya bawa pulang kembali” (2008:211)
Adapun tahap penyelesaiannya adalah ketika Zainuddin mendapat kabar bahwa Kapal yang ditumpangi Hayati tenggelam, sedangkan Hayati dirawat di Rumah Sakit Tuban. Dengan diterima Muluk sahabatnya Zainuddin menengok wanita yang sangat dicintainya itu. Rupanya pertemuan mereka itu adalah pertemuan yang terakhir karena Hayati menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam pelukan Zainuddin. Kejadian itu membuat Zainuddin merasakan penyesalan yang berkepanjangan hingga Zainuddin jatuh sakit dan meninggal dunia. Zainuddin dimakamkan di sebelah makam Hayati.
2.      Tokoh dan Penokohan
Ø  Tokoh utama/karakter utama
1)      Zainuddin, yang memiliki sopan santun dan kebaikan pada semua orang.
“…Anak muda itu baik budi pekertinya, rendah hati, terpuji dalam pergaulan, disayangi orang. Sungguh belajar, karena dia berguru kepada seorang lebai yang ternama…” (2008:26)
2)      Hayati, yang memiliki karakter baik.
“…, Hayati tak akan mau berbuat demikian, sebab hatinya sangat baik.” (2008:42)

Ø  Tokoh pendukung
1)      Aziz, yang mempunyai sikap kasar dan sering menyakiti istrinya, dan tidak mempunyai tanggung jawab dalam keluarga dan selalu berbuat kejahatan karena sering main judi dan main perempuan.
“Si Aziz anak Sutan Matari, ibu bapaknya orang Padang Panjang ini, karena dia berkerabat dengan orang berpangkat-pangkat, dia mendapat pekerjaan yang agak pantas. Tetapi perangainya… MasyaAllah! Penjudi, pengganggu rumah tangga orang, sudah dua tiga kali terancam jiwanya karena mengganggu anak bini orang….”(2008:124)
Ø  Tokoh Pelengkap
1)      Muluk
2)      Mak Base
3)      Khadijah
4)      Pendekar Sutan
5)      Habibah
6)      Datuk Mantari Labih

3.       Setting
a)   Setting Waktu
Ø  Pagi hari
“Pagi-pagi, sebelum perempuan-perempuan membawa niru dan tampian ke sawah,….”(2008:29)
Ø  Siang hari
“”
Ø  Sore hari
“Sore, sesudah meminum semangkuk the, ketika Hayati duduk bersama suaminya, datanglah seorang loper mengantarkan surat undangan…” (2008:164)
Ø  Malam hari
“Hayati segera pulang. Sehabis sembahyang dan makan malam, segera dia naik ke atas anjung ketidurannya, membaca di dekat sebuah lampu dinding.” (2008:37)
b)   Setting Tempat
Ø  Mengkasar
“…, kota Mengkasar kelihatan hidup.” (2008:3)
Ø  Tepi pantai, Mengkasar
“Di tepi pantai, diatara kampung Baru dan Kampung Mariso berdiri sebuah rumah berbentuk Mengkasar” (2008:4)
Ø  Padang Panjang
” Bilamana Zainuddin sampai ke Padang Panjang , negeri yang ditujunya, telah di teruskannya ke dusun Batipuh karena menurut keterangan orang setempat, di sanalah negeri ayahnya yang asli. (2008:21)
Ø  Surabaya
“ Diberanda sebuah rumah makan yang ramai dalam kota Surabaya, sehabis waktu magrib duduklah Zainuddin seorang dirinya.” (2008:174)”
c)   Setting Suasana

C.     Sarana Cerita
A.    Judul
Judul novel yang kami analisis adalah Tenggelamnya Kapal Vanderwijck karya Hamka.
B.     Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam novel ini adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu, karena pengarang mampu menuliskan sampai ke pikiran maupun isi hati tokoh. Berikut kutipannya.
“Dalam hatinya terbit perjuangan, pertama cinta yang kekal kepada Hayati, kedua perasaan dendam yang sukar mengikis, lantaran mungkir Hayati kepada janjinya.”(2008:177)
“…Maka tergambarlah dalam pikirannya nasihat-nasihat Khadijah, nampak pula sekarang kokohnya benteng adat yang memagari dirinya…” (2008:112)
C.     Gaya Bahasa
Penulisan novel Tenggelamnya Kapal Vanderwijck menggunakan bahasa Indonesia yang masih disisipi dengan bahasa Minangkabau dalam hal kata sapaan. Berikut kutipannya.
“Bagaimana Sutan Mudo? Tanya Datuk… kepada mamak yang membantah Datuk Garang tadi.”(2008:111)
Selain itu, dilihat dari latar belakang pengarang yang seorang religius, maka dalam novel tersebut dakwah keislaman beritu terasa disetiap rangkaian ceritanya. Berikut kutipannya.
“…Lepaskan saya berangkat ke Padang. Kabarnya konon, di sana hari ini telah ada sekolah agama. Pelajaran akhirat telah diatur dengan sebagus-bagusnya…”(2008:17)
D.    Tema Cerita
Tema dalam novel Tenggelamnya Kapal Vanderwijck ini adalah cinta yang tak sampai karena terhalangi oleh adat. Berikut kutipannya.
“Dia mencintai Zaenuddin, tetapi percintaan itu tidak ada jalannya……… Maka tergambarlah dalam pikirannya nasihat-nasihat Khadijah, nampak pula sekarang kokohnya benteng adat yang memagari dirinya…” (2008:112)
E.     Amanat
Ø  Kesetiaan, kejujuran, dan kebenaran akan senantiasa mendapat ujian
Ø  Rela berkorban untuk kebahagiaan orang lain
Ø  Segala rintangan yang ada harus dijadikan cambuk untuk terus maju
Ø  Tiada kesuksesan tanpa perjuangan
Ø  Hidup adalah sebuah perjuangan dan pengorbanan
Ø  Cinta tidak harus memiliki

Ø  Kebahagiaan tidak bisa diukur dengan banyak sedikitnya harta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS PUISI "GADIS PEMINTA-MINTA"

Kutipan Dialog “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”

Puisi karya Amir Hamzah yang berjudul “PADAMU JUA”